Masalah Sosial
Tawuran Antar Pelajar
Tauran menurut kamus bahasa
Indonesia adalah perkelahian yang meliputi banyak orang. Sedangkan pelajar
dapat diartikan seorang manusia remaja yang belajar. Jadi tauran antar pelajar
sekolah dapat diartikan perkelahian yang dilakukan oleh sekelompok orang yang
mana perkelahian tersebut dilakukan oleh pelajar antar sekolah. Secara
psikologi tauran antar pelajar sekolah dapat dikatakan sebagai kenakalan
remaja.
Permasalahan
tawuran kini telah meluas lingkupnya hingga ke hal-hal yang sudah tergolong
dalam lingkup kriminalitas. Hal ini karena dalam sebuah fenomena sosial pasti
terdapat efek beruntun ataupun efek bersamaan. Efek yang ditimbulkan tersebut
diantaranya adalah pemerasan, penodongan, pembajakan angkutan umum hingga ke
tindakan penculikan. Namun sayangnya, tindakan ini masih dianggap sebagai
deviance dalam masyarakat. Hal ini terjadi apabila tingkat penyimpangan yang
diasosiasikan terhadap keinginan atau kondisi masyarakat rata-rata telah
melanggar batas-batas tertentu yang dapat ditolerir sebagai masalah gangguan
keamanan dan kenyamanan masyarakat.
Tawuran
pelajar sekolah menengah yang terus mengalami perkembangan yang mengarah kepada
tindakan kejahatan merupakan sebuah gejala sosiologis yang dapat dipelajari dan
ditelusuri sebabnya. Terdapat pendapat yang mengatakan bahwa kejahatan
merupakan fenomena yang selalu dihadapi oleh setiap masyarakat. Kejahatan tidak
mungkin dihilangkan, tetapi hanya dapat dikurangi intensitas dan kualitasnya.
Sekalipun
hanya dikurangi, namun hingga kini belum ada upaya yang serius untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Akibatnya fenomena tersebut kini mengkristal menjadi hal
yang bersifat sistemik. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam alasan. Mulai
dari kecemburuan sosial, primordialisme berlebihan, bahkan sampai ke pembalasan
dendam.
Faktor
Penyebab Terjadinya Tauran Antar Pelajar Sekolah
Meneurut Sander Diki Zulkarnaen dalam Mulyana (2011) dalam
pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan
di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat)
dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila
dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja
terlibat perkelahian pelajar.
1. Faktor
internal
Remaja yang terlibat
perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan
yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya,
tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin
beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang.
Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk
mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka
biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang
/ pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat
untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa
mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil,
tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang
kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.
2.
Faktor keluarga
Rumah tangga yang dipenuhi
kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak.
Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari
dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula.
Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan
tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan
identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan
menyerahkan dirnya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari
identitas yang dibangunnya.
3.
Faktor sekolah
Sekolah pertama-tama bukan
dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi
sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu,
lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya
suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran,
tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang
melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu
masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting.
Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta
sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau
dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.
4.
Faktor lingkungan
Lingkungan di antara rumah
dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap
munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan
anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula
sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan
kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja
untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang
berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.
Dampak Tauran Antar Pelajar Sekolah
Berikut ini beberapa dampak
tauran antar pelajar sekolah :
·
Kerusakan
sarana dan prasarana
·
Individu
mengalami luka – luka bahkan menelan korban jiwa
·
Kebencian
yang mendarah dangin antar pelajar sekolah
·
Kualitas
sekolah semakin buruk
·
Keresahan
orang tua dan masyarakat
·
Merupakan
aib bagi sekolah, guru, orang tua serta masyarakat dll
Solusi Mencegah Tawuran Antar Pelajar Sekolah
Agar tidak terjadi tauran
antar pelajar sekolah maka dapat dicegah melaui peran serta semua pihak seperti
berikut ini.
1.
Lingkungan keluarga
Orang tua harus
memperhatikan apa yang di tonton, dan dimainkan anak lewat game.
Perilaku mereka sangat dipengaruhi oleh model-model yang disajikan lewat media
masa berupa televisi, tindak kekerasan dan perkelahi akan cepet ditiru oleh
remja. Dipengaruhi oleh agresifitas model dalam game yang mereka
mainkan. Oleh karena itu orang tua harus mampu membatasi remaja dalam menonton
TV yang menontonkan kekersan atau memainkan game yang dapat menigkatkan
agresifitas mereka. Orang tua harus menjadai model yang baik bagi
anak-anaknya. Perilaku dari orang tua harus bisa ditiru dan dicontoh oleh
anak-anaknya, sehingga dia punya model yang baik dalam hidupnya berupa ayah dan
ibunya. Dari segi identitas diri, orang tua harus bisa memahami keinginan
remaja. Mereka tidak bisa dikekang sekehendak orang tua, tetapi harus diarahkan
dengan bimbingan dari orang tua agar tidak timbul kekacauan identitas yang
dilmpiaskan dengan kenakalan berupa tawuran.
2.
Lingkungan sekolah
Untuk mecegah tawuran
anatar pelaja, sekolah harus mampu megakomodasi bakat-bakat dan keahlian yang
dimilki oleh anak didik. Menyediakan kegiatan ekstra kulikuler yang bermanfaat
bagi anak didiknya. Tidak ada waktu yang terbuang percuma, hanya untuk tawuran.
Fasilitas dan sarana yang mendukung untuk menciptakan dan menyalurkan
bakat-bakat anak didik harus disediakan dengan memadai, sehingga perilaku
mereka dapat tersalurkan ke hal-hal yang positif.
Di sekolah juga, guru harus
menjadi model dan contoh yang baik bagi peserta didiknya. Guru dan dewan sekolah
harus menberikan perilaku yang baik bagi peserta didiknya, sehingga peserta
didik tidak mencari model di luar yang tidak patut ditiru dalam perilakunya.
3.
Memberikan hukuman
Upaya lainnya yang dapat
dalkukan untuk mencegah tawuran adalah dengan memberikan hukuman dan sanksi
yang membuat efek jera terhadap perilaku tawuran. Para penegak hukum harus
tegas dalam memberikan hukuman dan sanksi terhdap perilaku tawuran. Meskipun
terkadang upaya ini tidak efektif, buktinya hukuman dan sanksi ada tetapi
tawuran masih terus meralajalela dikalangan pelajar. Setidaknya penerapan
hukuman dan sanksi yang tegas dapat mengurangi perilaku tawuran dari pelajar.
Sedangkan menurut Panuju
dan Umami (1999:164) tindakan yang dapat dilkukan untuk mengatasi kenakalan renmaja
seperti tawuran adalah:
1.
Tindakan Preventif
Usaha
pencegahan timbulnya kenakalan remaja secara umum :
a.
Mengenal dan mengetahui ciri umum dan khas remaja
b.
Mengetahui kesulitan-kesulitan yang secara umum dialami oleh para remaja.
Kesulitan-kesulitan manakah yang biasanya menjadi sebab timbulnya penyaluran
dalam bentuk kenakalan
c.
Usaha pembinaan remaja:
·
Menguatkan
sikap mental remaja supaya mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.
·
Memberikan
pendidikan bukan hanya dalam penambahan pengetahuan dan keterampilan melainkan
pendidikan mental dan pribadi melalui pengajaran agama, budi pekerti, dan
etiket.
·
Menyediakan
sarana-sarana dan meciptakan suasana yang optimal demi perkembangan pribadi
yang wajar.
·
Usaha
memperbaiki keadaan lingkungan sekitar, keadaan sosial keluarga maupun
masyarakat di mana terjadi banyak kenakalan remaja.
Usaha
pencegahan kenakalan remaja secara khusus
Dilakukan oleh para
pendidik terhadap kelainan tingkahlaku para remaja. Pendidikan mental di
sekolah dilakukan oleh guru, guru pembimbing, dan psikolog sekolah bersama
dengan para pendidik lainnya. Sarana pendidikan lainya mengambil peranan
penting dalam pembentukan pribadi yang wajar dengan mental yang sehat dan kuat.
Misalnya kepramukaan, dan yang lainnya. Usaha pendidik harus diarahkan terhadap
remaja dengan mengamati, memberikan perhatian khusus dan mengawasi setiap
penyimpangan tingkah laku remaja di rumah dan di sekolah.
2.
Tindakan Represif
Usaha menindak pelanggaran
norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan dengan mengadakan hukuman terhadap
setiap perbuatan pelanggaran.
·
Rumah,
remaja harus mentaati peraturan dan tata cara yang berlaku. Disamping itu perlu
adanya semacam hukuman yang dibuat oleh orangtua terhadap pelanggaran tata
tertib dan tata cara keluarga. Pelaksanaan tata tertib harus dilakukan dengan
konsisten. Setiap pelanggaran yang sama harus dikenakan sanksi yang sama.
Sedangkan hak dan kewajiban anggota keluarga mengalami perubahan sesuai dengan
perkembangan dan umur.
·
Di
sekolah, kepala sekolahlah yang berwenang dalam pelaksanaan hukuman terhadap
pelanggaran tata tertib sekolah. Dalam beberapa hal guru juga berhak bertindak.
Akan tetapi hukuman yang berat seperti skorsing maupun pengeluaran dari sekolah
merupakan wewenang kepala sekolah. Guru dan staf pembimbing bertugas
menyam-paikan data mengenai pelanggaran dan kemungkinan-kemungkinan pelanggaran
maupun akibatnya. Pada umumnya tindakan represif diberikan diberikan dalam
bentuk memberikan peringatan secara lisan maupun tertulis kepada pelajar dan
orang tua, melakukan pengawasan khusus oleh kepala sekolah dan team guru atau
pembimbing dan melarang bersekolah untuk sementara atau seterusnya tergantung
dari macam pelanggaran tata tertib sekolah yang digariskan.
3.
Tindakan Kuratif dan Rehabilitasi
Dilakukan setelah tindakan
pencegahan lainnya dilaksanakan dan dianggap perlu mengubah tingkahlaku si
pelanggar remaja itu dengan memberikan pendidikan lagi. Pendidikan diulangi
melalui pembinaan secara khusus, hal mana sering ditanggulangi oleh lembaga
khusus maupun perorangan yang ahli dalam bidang ini.
Berikut secara singkat hal
yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya tauran antar pelajar sekolah :
·
Membuat peraturan sekolah yang lebih tegas. Peraturan
itu harus membuat pelajar takut untuk melanggarnya dan yang penting peraturan
ya di buat harus benar-benar di terapkan.
·
Memberikan perhatian dan pengawasan dari pihak
keluarga.
·
Member pendidikan anti tawuran, dan menjelaskan dampak
dari tawuran itu.
·
Sekolah mengadakan kalaborasi belajar antar sekolah
dan membuat kegiatan-kegiatan yang menarik serta bermanfaat tentunya.
·
Menerapakan ajaran agama.
http://calonsosiologsejati.blogspot.co.id/2014/05/masalah-sosial-tawuran.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar