Selasa, 19 Januari 2016

Masalah Sosial Tawuran Antar Pelajar



Masalah Sosial
Tawuran Antar Pelajar


Tauran menurut kamus bahasa Indonesia adalah perkelahian yang meliputi banyak orang. Sedangkan pelajar dapat diartikan seorang manusia remaja yang belajar. Jadi tauran antar pelajar sekolah dapat diartikan perkelahian yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mana perkelahian tersebut dilakukan oleh pelajar antar sekolah. Secara psikologi tauran antar pelajar sekolah dapat dikatakan sebagai kenakalan remaja.
Permasalahan tawuran kini telah meluas lingkupnya hingga ke hal-hal yang sudah tergolong dalam lingkup kriminalitas. Hal ini karena dalam sebuah fenomena sosial pasti terdapat efek beruntun ataupun efek bersamaan. Efek yang ditimbulkan tersebut diantaranya adalah pemerasan, penodongan, pembajakan angkutan umum hingga ke tindakan penculikan. Namun sayangnya, tindakan ini masih dianggap sebagai deviance dalam masyarakat. Hal ini terjadi apabila tingkat penyimpangan yang diasosiasikan terhadap keinginan atau kondisi masyarakat rata-rata telah melanggar batas-batas tertentu yang dapat ditolerir sebagai masalah gangguan keamanan dan kenyamanan masyarakat.
Tawuran pelajar sekolah menengah yang terus mengalami perkembangan yang mengarah kepada tindakan kejahatan merupakan sebuah gejala sosiologis yang dapat dipelajari dan ditelusuri sebabnya. Terdapat pendapat yang mengatakan bahwa kejahatan merupakan fenomena yang selalu dihadapi oleh setiap masyarakat. Kejahatan tidak mungkin dihilangkan, tetapi hanya dapat dikurangi intensitas dan kualitasnya.
Sekalipun hanya dikurangi, namun hingga kini belum ada upaya yang serius untuk mengatasi permasalahan tersebut. Akibatnya fenomena tersebut kini mengkristal menjadi hal yang bersifat sistemik. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam alasan. Mulai dari kecemburuan sosial, primordialisme berlebihan, bahkan sampai ke pembalasan dendam.

Faktor Penyebab Terjadinya Tauran Antar Pelajar Sekolah
Meneurut Sander Diki Zulkarnaen dalam Mulyana (2011) dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat perkelahian pelajar.
1.      Faktor internal
Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.
2.        Faktor keluarga
Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirnya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.
3.      Faktor sekolah 
Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.
4.       Faktor lingkungan
Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.

Dampak Tauran Antar Pelajar Sekolah
Berikut ini beberapa dampak tauran antar pelajar sekolah :
·         Kerusakan sarana dan prasarana
·         Individu mengalami luka – luka bahkan menelan korban jiwa
·         Kebencian yang mendarah dangin antar pelajar sekolah
·         Kualitas sekolah semakin buruk
·         Keresahan orang tua dan masyarakat
·         Merupakan aib bagi sekolah, guru, orang tua serta masyarakat dll

Solusi Mencegah Tawuran Antar Pelajar Sekolah

Agar tidak terjadi tauran antar pelajar sekolah maka dapat dicegah melaui peran serta semua pihak seperti berikut ini.
1.      Lingkungan keluarga
Orang tua harus memperhatikan apa yang di tonton, dan dimainkan anak lewat game. Perilaku mereka sangat dipengaruhi oleh model-model yang disajikan lewat media masa berupa televisi, tindak kekerasan dan perkelahi akan cepet ditiru oleh remja. Dipengaruhi oleh agresifitas model dalam game yang mereka mainkan. Oleh karena itu orang tua harus mampu membatasi remaja dalam menonton TV yang menontonkan kekersan atau memainkan game yang dapat menigkatkan agresifitas mereka. Orang tua harus menjadai model yang baik bagi anak-anaknya.  Perilaku dari orang tua harus bisa ditiru dan dicontoh oleh anak-anaknya, sehingga dia punya model yang baik dalam hidupnya berupa ayah dan ibunya. Dari segi identitas diri, orang tua harus bisa memahami keinginan remaja. Mereka tidak bisa dikekang sekehendak orang tua, tetapi harus diarahkan dengan bimbingan dari orang tua agar tidak timbul kekacauan identitas yang dilmpiaskan dengan kenakalan berupa tawuran.
2.       Lingkungan sekolah
Untuk mecegah tawuran anatar pelaja, sekolah harus mampu megakomodasi bakat-bakat dan keahlian yang dimilki oleh anak didik. Menyediakan kegiatan ekstra kulikuler yang bermanfaat bagi anak didiknya. Tidak ada waktu yang terbuang percuma, hanya untuk tawuran. Fasilitas dan sarana yang mendukung untuk menciptakan dan menyalurkan bakat-bakat anak didik harus disediakan dengan memadai, sehingga perilaku mereka dapat tersalurkan ke hal-hal yang positif.
Di sekolah juga, guru harus menjadi model dan contoh yang baik bagi peserta didiknya. Guru dan dewan sekolah harus menberikan perilaku yang baik bagi peserta didiknya, sehingga peserta didik tidak mencari model di luar yang tidak patut ditiru dalam perilakunya.
3.      Memberikan hukuman
Upaya lainnya yang dapat dalkukan untuk mencegah tawuran adalah dengan memberikan hukuman dan sanksi yang membuat efek jera terhadap perilaku tawuran. Para penegak hukum harus tegas dalam memberikan hukuman dan sanksi terhdap perilaku tawuran. Meskipun terkadang upaya ini tidak efektif, buktinya hukuman dan sanksi ada tetapi tawuran masih terus meralajalela dikalangan pelajar. Setidaknya penerapan hukuman dan sanksi yang tegas dapat mengurangi perilaku tawuran dari pelajar.
Sedangkan menurut Panuju dan Umami (1999:164) tindakan yang dapat dilkukan untuk mengatasi kenakalan renmaja seperti tawuran adalah:
1.      Tindakan Preventif
Usaha pencegahan timbulnya kenakalan remaja secara umum :
a.       Mengenal dan mengetahui ciri umum dan khas remaja
b.        Mengetahui kesulitan-kesulitan yang secara umum dialami oleh para remaja. Kesulitan-kesulitan manakah yang biasanya menjadi sebab timbulnya penyaluran dalam bentuk kenakalan
c.       Usaha pembinaan remaja:
·         Menguatkan sikap mental remaja supaya mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.
·         Memberikan pendidikan bukan hanya dalam penambahan pengetahuan dan keterampilan melainkan pendidikan mental dan pribadi melalui pengajaran agama, budi pekerti, dan etiket.
·         Menyediakan sarana-sarana dan meciptakan suasana yang optimal demi perkembangan pribadi yang wajar.
·         Usaha memperbaiki keadaan lingkungan sekitar, keadaan sosial keluarga maupun masyarakat di mana terjadi banyak kenakalan remaja.
Usaha pencegahan kenakalan remaja secara khusus
Dilakukan oleh para pendidik terhadap kelainan tingkahlaku para remaja. Pendidikan mental di sekolah dilakukan oleh guru, guru pembimbing, dan psikolog sekolah bersama dengan para pendidik lainnya. Sarana pendidikan lainya mengambil peranan penting dalam pembentukan pribadi yang wajar dengan mental yang sehat dan kuat. Misalnya kepramukaan, dan yang lainnya. Usaha pendidik harus diarahkan terhadap remaja dengan mengamati, memberikan perhatian khusus dan mengawasi setiap penyimpangan tingkah laku remaja di rumah dan di sekolah.
2.      Tindakan Represif
Usaha menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan dengan mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran.
·           Rumah, remaja harus mentaati peraturan dan tata cara yang berlaku. Disamping itu perlu adanya semacam hukuman yang dibuat oleh orangtua terhadap pelanggaran tata tertib dan tata cara keluarga. Pelaksanaan tata tertib harus dilakukan dengan konsisten. Setiap pelanggaran yang sama harus dikenakan sanksi yang sama. Sedangkan hak dan kewajiban anggota keluarga mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan umur.
·           Di sekolah, kepala sekolahlah yang berwenang dalam pelaksanaan hukuman terhadap pelanggaran tata tertib sekolah. Dalam beberapa hal guru juga berhak bertindak. Akan tetapi hukuman yang berat seperti skorsing maupun pengeluaran dari sekolah merupakan wewenang kepala sekolah. Guru dan staf pembimbing bertugas menyam-paikan data mengenai pelanggaran dan kemungkinan-kemungkinan pelanggaran maupun akibatnya. Pada umumnya tindakan represif diberikan diberikan dalam bentuk memberikan peringatan secara lisan maupun tertulis kepada pelajar dan orang tua, melakukan pengawasan khusus oleh kepala sekolah dan team guru atau pembimbing dan melarang bersekolah untuk sementara atau seterusnya tergantung dari macam pelanggaran tata tertib sekolah yang digariskan.
3.      Tindakan Kuratif dan Rehabilitasi
Dilakukan setelah tindakan pencegahan lainnya dilaksanakan dan dianggap perlu mengubah tingkahlaku si pelanggar remaja itu dengan memberikan pendidikan lagi. Pendidikan diulangi melalui pembinaan secara khusus, hal mana sering ditanggulangi oleh lembaga khusus maupun perorangan yang ahli dalam bidang ini.
Berikut secara singkat hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya tauran antar pelajar sekolah :
·         Membuat peraturan sekolah yang lebih tegas. Peraturan itu harus membuat pelajar takut untuk melanggarnya dan yang penting peraturan ya di buat harus benar-benar di terapkan.
·         Memberikan perhatian dan pengawasan dari pihak keluarga.
·         Member pendidikan anti tawuran, dan menjelaskan dampak dari tawuran itu.
·         Sekolah mengadakan kalaborasi belajar antar sekolah dan membuat kegiatan-kegiatan yang menarik serta bermanfaat tentunya.
·         Menerapakan ajaran agama.


http://calonsosiologsejati.blogspot.co.id/2014/05/masalah-sosial-tawuran.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar