Bagaimanakah
Koperasi yang ideal ?
Secara sederhana konsep dari demokrasi ekonomi kita itu
adalah suatu sistem perekonomian yang tersusun dari, oleh dan untuk rakyat.
Sebagaimana disebutkan di dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 kita bahwa
produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dan dibawah pemimpin atau penilikan
anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan
kemakmuran orang seorang,sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah
koperasi. Demikian bunyi penjelasannya secara eksplisit dari system demokrasi
ekonomi kita.
Memang banyak model demokrasi ekonomi modern yang dianut
oleh negara-negara di dunia. Dari model demokrasi koservatif, demokrasi
liberal, maupun demokrasi sosial. Namun sebagai ciri khas yang melekat di dalam
negara demokrasi kita sebagaimana disebutkan oleh Mohamad Hatta bahwa demokrasi
kita adalah demokrasi cap rakyat dimana dasar demokrasi kita adalah berdasarkan
pada kedaulatan rakyat. Rakyatlah yang berkuasa dan pemerintah sekali lagi
musti bercermin dari hati nurani rakyat di dalam melaksanakan tugas-tugas
pengurusan Negara. Perbedaan yang kemudian ditegaskan sekali lagi oleh Hatta
bahwa dasar demokrasi kita bukanlah pada semangat individualisme yang justru
akan memperkuat semangat liberalisme dan kapitalisme sebagaimana diajukan oleh
JJ.Rousseau, tapi adalah pada semangat kebersamaan di dalam arti kolektivitas
bukan dalam kesepadanan.
Dalam system perekonomian yang demokratis persyaratan
utamanya adalah demokrasi politik musti berjalan, ada persamaan dalam hal
politik, hak untuk mengeluarkan pendapat, berkedudukan yang sama di dalam hukum
dan seterusnya. Bangunan system politik yang berarti “cara mengelola” negara di
dalamnya juga perlu diperjelas di dalam system demokrasi ekonominya. Pembangunan
yang dijalankan demikian tiap-tiap orang secara emansipatif dan partisipatif
terlibat dalam proses pembangunan dalam kerangka pembangunan masyarakat yang
emansipatif dan partisipatif (self reliance). Pembangunan adalah suatu proses
yang “inner will”, yaitu proses emansipasi diri, inisiatif dan partisipasi
kreatif masyarakat. Pemerintah musti berubah dalam paradigmanya sebagai
“pengurus” yaitu mengurusi masalah rakyat bukan sebagai “penguasa” yang justru
melakukan pengusaan-penguasaan atas hak rakyat. Tanah adalah milik rakyat dan
komersialisasi atas tanah akan menyebabkan penindasan. Negara dan
orang-perorangan tidaklah boleh menindas rakyat.
Model patronase bisnis yang dilakukan penguasa dengan
melakukan “kongkalikong” dengan para konglomerat dalam system “kapitalisme yang
diciptakan oleh Negara” (state-led capitalism) juga tak diharapkan di dalam
system ekonomi yang demokratis. Perubahan orientasi pembangunan yang
kelihatannya telah menjadi trend seperti halnya privatisasi,liberalisasi dan
deregulasi dan lainnya sebagainya, kiranya perlu kita renungkan bersama bahwa
semangat demikian hanya akan menjadi boomerang bagi kita. Sebab orientasi
perubahan kepada orientasi pasar (market-led capitalism) tak lebih hanya akan
sekali lagi memperkuat posisi kapitalisme di dalam struktur ekonomi kita.
Demikian yang ada seharusnya bahwa koperasi sebagai sebuah
bentuk organisasi ekonomi yang demokratis, karena diusahakan dalam sebuah model
pengelolaan dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota (bukan dalam makna
eksklusifitas). Koperasi dalam system demokrasi ekonomi itu haruslah mampu
membebaskan diri dari kungkunan aturan yang dimaksudkan utnk kepntingan politik
yang sempit dari para pengiat politik pencari kekuasaan (Power seeker) ataupun
dalam rangka untuk mempertahankan kekuasaan (status quo) yang mengakibatkan
koperasi kehilangan jati-dirinya selama ini, koperasi itu berdiri dan ada untuk
kepntingan masyarakat yang ingin menolong dirinya sendiri (self helf) dengan
melakukan kerjasama dengan orang lain di dalam koperasi.
Sebagaimana basis kekuatan ekonomi rakyat demikian koperasi
menjadi wilayah akses ekonomi rakyat yang paling mudah dan fleksibel di dalam
sistem demokrasi ekonomi kita. Dalam arti ketika orang ingin mendapatkan
tambahan ekonomis(value added) dari sebuah pembelajaran kebutuhan sehari-hari
mereka tinggal menjadi anggota koperasi konsumsi. Ketika mereka butuh dana
tinggal masuk sebagai anggota anggota koperasi kredit dan ketika bermaksud
untuk memasarkan produksi barang/jasa yang dihasilkan tinggal masuk koperasi
produksi. Koperasi sebagai kekuatan mandiri disusun dari kemampuan dana
masyarakat dari, oleh dan untuk masyarakat. Pemerintah bersifat sebagai
fasilitator dan juga melakuan pengaturan serta memberikan dukungan dalam bentuk
komitmen kebijakan yang jelas demi kepentingan rakyat banyak.
Dalam model pembangunan yang tadinya sentralistik dan
bersifat top-down kiranya perlu disadari bahwa kesadaran untuk berkreatifitas
dari bawah memang butuh waktu dan inilah hal yang perlu dibina dan diberikan
stimulus oleh pengurus Negara. Kita memang harus membayarnya dengan mahal untuk
menjadikan masyarakat tadinya hidup di bawah kungkungan kekuasaan.
DIMENSI KOPERASI
Menurut konsepsinya koperasi memang tidak bisa diartikan
hanya secara partial micro, dilihat sebagai sebuah perusahaan atau badan hukum
saja. Koperasi itu berdimensi luas dan seringkali dikatakan bahwa koperasi itu
adalah sebuah system nilai yang didalamnya syarat dengan nilai-nilai demokrasi.
Dimensi koperasi sebagai mana disebutkan oleh Sri Edi Swasono adalah terdiri
dari 4 (empat):
Pertama, melihat koperasi sebagai badan usaha ekonomi atau
unit produksi yang tunduk pada hukum-hukum ekonomi. Disini kita berbicara
masalah profesionalisme, manajemen, kewirakoperasian dan lain-lain
Kedua, secara makro melihat koperasi sebagai sistem ekonomi
nasional, sebagai system koperasi, dimana seluruh badan-badan usaha termasuk
usaha non koperasi harus tersusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan yang berjiwa dan bersemangat koperasi sebagai perwujudan dari
demokrasi ekonomi kita.
Ketiga, dimensi gerakan keswadayaanØ
(mandiri) dan kesetiakawanan (solidaritas), yaitu koperasi sebagai movement
untuk mewujudkan nilai-nilai demokrasi, terutama demokrasi ekonomi melalui asas
dan sendi-sendi dasar koperasi
Keempat, dimensi manusia, koperasi dilihat sebagai lembaga
pembentukan kepribadian (individualitas), sebagai lembaga guana meningkatkan
swadaya dan swakarsa.
Demikian luasnya dimensi yang sebetulnya ada di dalam
koperasi itu dan demikian sehingga benar apa yang dikatakan oleh para ahli
bahwa koperasi itu adalah pendidikan (ooperative is education), karena di
dalamnya selain berfungsi membentuk kepribadian (individualita) sekaligus
mencipatkan daya beli bagi masyarakat. Adanya perbaikan tingat daya beli
jelaslah sudah bahwa kemampuan individu untuk memenuhi gizi dan biaya
pendidikanpun akan terjangkau. Kemandirian dan kecerdasan bangsa akan tercipta
dalam sebuah pembangunan yang demikian.
MEWUJUDKAN KOPERASI IDEAL
Sementara itu sebagai sebuah organisasi masyarakat yang
otonom dan mandiri koperasi itu seharusnya muncul dari bawah
(buttom-up)berkoperasi itu adalah merupakan kehendak yang bebas, sukarela dan
terbuka dari orang-orang yang mempunyai kepentingan bersama untuk melakukan
kerjasama untuk menolong dirinya sendiri (self help). Koperasi itu bukanlah
rekayasa para pengiat politik ataupun prakarsa pemerintah yang bersifat dari
atas (top down) tapi adalah organisasi swadaya masyarakat dan muncul sebagai
keinginan bersama. Perjalanan waktu telah menunjukkan kepada kita bahwasanya
koperasi-koperasi yang muncul dari sebuah kepentingan sempit akhirnya
berguguran satu persatu dan hanya organisasi yang berjalan sesuai “ruh” dari
demokrasi ekonomi yang sesunguhnya saja yang mampu bertahan.
Koperasi sebagai hal yang prinsipel dan membedakan dengan
bentuk usaha yang kapitalis adalah bahwasannya koperasi adalah kumpulan orang
dan bukanlah kumpulan modal. Modal bukan penentu tapi adalah pembantu (capital
is not master but servent). Kepemilikan koperasi sebagai ciri khas adalah bahwa
menjadi anggota koperasi berarti secara otomatis juga menjadi pemilik dan juga
pelanggan (customer). Sebagai pemilik tiap-tiap orang memiliki hak yang sama
dalam pengambilan keputusan dan pengawasan dilakukan oleh seluruh anggotanya
dalam suatu mekanisme yang demokratis. Beda dengan bentuk usaha yang kapitalis
bahwasanya koperasi itu berorientasi manfaat (benefit) baik dalam arti nominal
maupun pelayanan (service). Bukan pada orientasi keuntungan yang besar-besarnya
bagi orang-seorang yang kemudian dipastikan akan menjadi alat penindasan karena
sebagi sifat dasar manusia yang serakah dan ingin menguasai orang lain.
Pengelolaan koperasi didasarkan pada bentuk partisipasi
aktif anggota-anggotanya (member active partisipatofy). Balas jasa diberikan
sesuai dengan besarnya kontribusi yang diberikan secara adil dan merata bagi
tiap-tiap anggotanya. Bahkan demikian bagi yang non –anggota perlu juga
diberikan keuntungan dari besaran transaksinya sebagai upaya promosi. Para
karayawan yang berkerja pada koperasi pada prinsipnya juga adalah pemilik.
Sehingga dalam suatu pelaksanaan fungsi dan tugasnya karyawan akan diharapkan
pada bentuk pertangungjawaban moral, social dan intelektual
(moral-social-intelektual responsibility). Sehingga yang terjadi adalah bahwa
tiap-tiap karyawan akan merasa bertanggung jawab atas usaha layanan yang
diperlukan bagi anggota keseluruhan. Di dalam koperasi bentuk pelanggaran atas
system pengupahan yang tidak daapt memberikan arti kesejahteraan bagi karyawan
tidaklah boleh terjadi dan ini hal yang prinsipel. Pengaturan koperasi pada
intinya sangat ditentukan oleh peran aktif dari anggota-anggotanya dan
anggota-anggota koperasi pulalah yang menjalankan segala kesepakatan yang
mereka ambil sendiri.
Koperasi itu bukan disusun atas dasar suku, agama, ras,
golongan, politik, ataupun stratifikasi social. Sehingga perlu kita sadari
bersama bahwasannya koperasi itu adalah alat ekonomi rakyat yang bebas dan
tidaklah tertutup (esklusif) koperasi itu bukanlah ikatan-ikatan
primordialisme. Dalama arti koperasi itu bukanlah anggota yang tertutup
(esklusif) hanya untuk kelompok santri, kelompok pegawai negeri, kelompok
petani hingga kelompok mahasiswa tapi menjadi anggota koperasi itu adalah
bebas, sukarela dan terbuka. Bebas artinya bahwa untuk menjadi anggota koperasi
itu bebas keluar dan masuk dengan system yang telah disepakati. Hal ini
didasarkan pada suatu prinsip bahwa tiap-tiap individu itu berhak secara bebas
untuk menentukan nasibnya sendiri bukan oleh orang lain ataupun institusi
apapun. Sukarela dimaknai bawasannya menjadi anggota koperasi haruslah
merupakan kehendak secara sadar dari manfaat serta nilai tambah yang apa yang
hendak didapatnya dari kerjasama yang dilakukan berdasarkan prinsip non-diskriminatif.
Perlu kita cermati bahwa munculnya “koperasi-koperasi
partai” akhirnya-akhir ini tak urung hanyalah akan mengakibatkan suatu
peristiwa kesalahan lama yang berakibat sangat fatal. Betapa dapat kita
saksikan bersama bahwa munculnya koperasi pada jaman orde lama dengan system
ekonomi terpimpinnya kita lihat bersama bahwa menyusul pembubaran partaikomunis
Indonesia (PKI) jumlah koperasi merosot secara drastik dari 73.400 buah, pada
kahir tahun 1968 merosot menjadi 14.700 buah (Depdagkop, tanpa tahun). Demikian
juga apa yang masih tersisa dari koperasi-koperasi orde baru yang ternyata tak
lebih hanya mampu menjadi koperasi-koperasi pengurus, koperasi sub-orninasi
konglomerasi dan koperasi yang state-centered (dikuasai Negara atau pemerintah)
lambat laun pastilah akan semakin jelas tidak eksistensinya dari
koperasi-koperasi tersebut.
Koperasi itu disusun dari seluruh kemampuan rakyat dan
sumber-sumber daya yang dimilikinya. Selemah apapun rakyat kita pastilah
memiliki daya beli sehingga proses yang perlu adalah membangun kesadaran dan
sifat pemerintah menstimulir dan memfasilitsi bagi terbentuknya kreatifitas
bagi masyarakat untuk menyakinkan diri bahwa berkoperasi itu dapatlah
menjadikan sebagai cara untuk menolong diri sendiri (self help). Sehingga pada
akhirnya gerakan dari bawah dari, oleh dan untuk masyarakat dalam rangka untuk
meningkatkan daya beli dan sekaligus perbaikan kualitas sumber daya manusia
akan tercapai.
Di dalam berkoperasi wujud plurarisme haruslah dijadikan
model untuk saling memacu dan memotivasi antara yang satu dengan yang lainnya.
Perbedaan kemampuan dan ketrampilan di koperasi itu justru seharusnya dijadikan
sebagai bentuk aktivitas yang saling mendukung antar yang lemah dan kuat,
antara yang bodoh dan yang pintar dan atara yang masih miskin ketrampilan untuk
belajar banyak dari yang telah mahir. Hidup di dalam koperasi itu penuh
perlombaan dan bukanlah persaingan yang saling mematikan dalam suatu hubungan
yang harmonis. Sehingga terciptanya masyarakat koperasi akan menjadikan
hubungan manusia global yang lebih humanistic (humanistic global community).
Pada sebuah model koperasi demokrasi ekonomi yang senyatanya
kegiatan koperasi itu haruslah masuk pada berbagai bidang kegiatan ekonomi.
Koperasi untuk menjadi “soko guru perekonomian” dan sebagai alat untuk
mendemokrasikan system ekonomi kita haruslah bergerak pada berbagai bidang
ekonomi dalam skala yang lebih besar. Upaya-upaya untuk selalu mengkredilkan
koperasi baik secara legal, maupun institusional seharusnya menjadikan
kebangkitan koperasi untuk bersatu dan melepaskan diri dari segala
keterkungkungan.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar