Rabu, 30 Desember 2015

Bagaimanakah Koperasi yang Ideal ?



Bagaimanakah Koperasi yang ideal ?
Secara sederhana konsep dari demokrasi ekonomi kita itu adalah suatu sistem perekonomian yang tersusun dari, oleh dan untuk rakyat. Sebagaimana disebutkan di dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 kita bahwa produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dan dibawah pemimpin atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang,sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi. Demikian bunyi penjelasannya secara eksplisit dari system demokrasi ekonomi kita. 
Memang banyak model demokrasi ekonomi modern yang dianut oleh negara-negara di dunia. Dari model demokrasi koservatif, demokrasi liberal, maupun demokrasi sosial. Namun sebagai ciri khas yang melekat di dalam negara demokrasi kita sebagaimana disebutkan oleh Mohamad Hatta bahwa demokrasi kita adalah demokrasi cap rakyat dimana dasar demokrasi kita adalah berdasarkan pada kedaulatan rakyat. Rakyatlah yang berkuasa dan pemerintah sekali lagi musti bercermin dari hati nurani rakyat di dalam melaksanakan tugas-tugas pengurusan Negara. Perbedaan yang kemudian ditegaskan sekali lagi oleh Hatta bahwa dasar demokrasi kita bukanlah pada semangat individualisme yang justru akan memperkuat semangat liberalisme dan kapitalisme sebagaimana diajukan oleh JJ.Rousseau, tapi adalah pada semangat kebersamaan di dalam arti kolektivitas bukan dalam kesepadanan.

Dalam system perekonomian yang demokratis persyaratan utamanya adalah demokrasi politik musti berjalan, ada persamaan dalam hal politik, hak untuk mengeluarkan pendapat, berkedudukan yang sama di dalam hukum dan seterusnya. Bangunan system politik yang berarti “cara mengelola” negara di dalamnya juga perlu diperjelas di dalam system demokrasi ekonominya. Pembangunan yang dijalankan demikian tiap-tiap orang secara emansipatif dan partisipatif terlibat dalam proses pembangunan dalam kerangka pembangunan masyarakat yang emansipatif dan partisipatif (self reliance). Pembangunan adalah suatu proses yang “inner will”, yaitu proses emansipasi diri, inisiatif dan partisipasi kreatif masyarakat. Pemerintah musti berubah dalam paradigmanya sebagai “pengurus” yaitu mengurusi masalah rakyat bukan sebagai “penguasa” yang justru melakukan pengusaan-penguasaan atas hak rakyat. Tanah adalah milik rakyat dan komersialisasi atas tanah akan menyebabkan penindasan. Negara dan orang-perorangan tidaklah boleh menindas rakyat.

Model patronase bisnis yang dilakukan penguasa dengan melakukan “kongkalikong” dengan para konglomerat dalam system “kapitalisme yang diciptakan oleh Negara” (state-led capitalism) juga tak diharapkan di dalam system ekonomi yang demokratis. Perubahan orientasi pembangunan yang kelihatannya telah menjadi trend seperti halnya privatisasi,liberalisasi dan deregulasi dan lainnya sebagainya, kiranya perlu kita renungkan bersama bahwa semangat demikian hanya akan menjadi boomerang bagi kita. Sebab orientasi perubahan kepada orientasi pasar (market-led capitalism) tak lebih hanya akan sekali lagi memperkuat posisi kapitalisme di dalam struktur ekonomi kita.

Demikian yang ada seharusnya bahwa koperasi sebagai sebuah bentuk organisasi ekonomi yang demokratis, karena diusahakan dalam sebuah model pengelolaan dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota (bukan dalam makna eksklusifitas). Koperasi dalam system demokrasi ekonomi itu haruslah mampu membebaskan diri dari kungkunan aturan yang dimaksudkan utnk kepntingan politik yang sempit dari para pengiat politik pencari kekuasaan (Power seeker) ataupun dalam rangka untuk mempertahankan kekuasaan (status quo) yang mengakibatkan koperasi kehilangan jati-dirinya selama ini, koperasi itu berdiri dan ada untuk kepntingan masyarakat yang ingin menolong dirinya sendiri (self helf) dengan melakukan kerjasama dengan orang lain di dalam koperasi.

Sebagaimana basis kekuatan ekonomi rakyat demikian koperasi menjadi wilayah akses ekonomi rakyat yang paling mudah dan fleksibel di dalam sistem demokrasi ekonomi kita. Dalam arti ketika orang ingin mendapatkan tambahan ekonomis(value added) dari sebuah pembelajaran kebutuhan sehari-hari mereka tinggal menjadi anggota koperasi konsumsi. Ketika mereka butuh dana tinggal masuk sebagai anggota anggota koperasi kredit dan ketika bermaksud untuk memasarkan produksi barang/jasa yang dihasilkan tinggal masuk koperasi produksi. Koperasi sebagai kekuatan mandiri disusun dari kemampuan dana masyarakat dari, oleh dan untuk masyarakat. Pemerintah bersifat sebagai fasilitator dan juga melakuan pengaturan serta memberikan dukungan dalam bentuk komitmen kebijakan yang jelas demi kepentingan rakyat banyak.
Dalam model pembangunan yang tadinya sentralistik dan bersifat top-down kiranya perlu disadari bahwa kesadaran untuk berkreatifitas dari bawah memang butuh waktu dan inilah hal yang perlu dibina dan diberikan stimulus oleh pengurus Negara. Kita memang harus membayarnya dengan mahal untuk menjadikan masyarakat tadinya hidup di bawah kungkungan kekuasaan.

DIMENSI KOPERASI

Menurut konsepsinya koperasi memang tidak bisa diartikan hanya secara partial micro, dilihat sebagai sebuah perusahaan atau badan hukum saja. Koperasi itu berdimensi luas dan seringkali dikatakan bahwa koperasi itu adalah sebuah system nilai yang didalamnya syarat dengan nilai-nilai demokrasi. Dimensi koperasi sebagai mana disebutkan oleh Sri Edi Swasono adalah terdiri dari 4 (empat):

Pertama, melihat koperasi sebagai badan usaha ekonomi atau unit produksi yang tunduk pada hukum-hukum ekonomi. Disini kita berbicara masalah profesionalisme, manajemen, kewirakoperasian dan lain-lain
Kedua, secara makro melihat koperasi sebagai sistem ekonomi nasional, sebagai system koperasi, dimana seluruh badan-badan usaha termasuk usaha non koperasi harus tersusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan yang berjiwa dan bersemangat koperasi sebagai perwujudan dari demokrasi ekonomi kita.
Ketiga, dimensi gerakan keswadayaanØ (mandiri) dan kesetiakawanan (solidaritas), yaitu koperasi sebagai movement untuk mewujudkan nilai-nilai demokrasi, terutama demokrasi ekonomi melalui asas dan sendi-sendi dasar koperasi
Keempat, dimensi manusia, koperasi dilihat sebagai lembaga pembentukan kepribadian (individualitas), sebagai lembaga guana meningkatkan swadaya dan swakarsa.

Demikian luasnya dimensi yang sebetulnya ada di dalam koperasi itu dan demikian sehingga benar apa yang dikatakan oleh para ahli bahwa koperasi itu adalah pendidikan (ooperative is education), karena di dalamnya selain berfungsi membentuk kepribadian (individualita) sekaligus mencipatkan daya beli bagi masyarakat. Adanya perbaikan tingat daya beli jelaslah sudah bahwa kemampuan individu untuk memenuhi gizi dan biaya pendidikanpun akan terjangkau. Kemandirian dan kecerdasan bangsa akan tercipta dalam sebuah pembangunan yang demikian.

MEWUJUDKAN KOPERASI IDEAL

Sementara itu sebagai sebuah organisasi masyarakat yang otonom dan mandiri koperasi itu seharusnya muncul dari bawah (buttom-up)berkoperasi itu adalah merupakan kehendak yang bebas, sukarela dan terbuka dari orang-orang yang mempunyai kepentingan bersama untuk melakukan kerjasama untuk menolong dirinya sendiri (self help). Koperasi itu bukanlah rekayasa para pengiat politik ataupun prakarsa pemerintah yang bersifat dari atas (top down) tapi adalah organisasi swadaya masyarakat dan muncul sebagai keinginan bersama. Perjalanan waktu telah menunjukkan kepada kita bahwasanya koperasi-koperasi yang muncul dari sebuah kepentingan sempit akhirnya berguguran satu persatu dan hanya organisasi yang berjalan sesuai “ruh” dari demokrasi ekonomi yang sesunguhnya saja yang mampu bertahan.

Koperasi sebagai hal yang prinsipel dan membedakan dengan bentuk usaha yang kapitalis adalah bahwasannya koperasi adalah kumpulan orang dan bukanlah kumpulan modal. Modal bukan penentu tapi adalah pembantu (capital is not master but servent). Kepemilikan koperasi sebagai ciri khas adalah bahwa menjadi anggota koperasi berarti secara otomatis juga menjadi pemilik dan juga pelanggan (customer). Sebagai pemilik tiap-tiap orang memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan dan pengawasan dilakukan oleh seluruh anggotanya dalam suatu mekanisme yang demokratis. Beda dengan bentuk usaha yang kapitalis bahwasanya koperasi itu berorientasi manfaat (benefit) baik dalam arti nominal maupun pelayanan (service). Bukan pada orientasi keuntungan yang besar-besarnya bagi orang-seorang yang kemudian dipastikan akan menjadi alat penindasan karena sebagi sifat dasar manusia yang serakah dan ingin menguasai orang lain.

Pengelolaan koperasi didasarkan pada bentuk partisipasi aktif anggota-anggotanya (member active partisipatofy). Balas jasa diberikan sesuai dengan besarnya kontribusi yang diberikan secara adil dan merata bagi tiap-tiap anggotanya. Bahkan demikian bagi yang non –anggota perlu juga diberikan keuntungan dari besaran transaksinya sebagai upaya promosi. Para karayawan yang berkerja pada koperasi pada prinsipnya juga adalah pemilik. Sehingga dalam suatu pelaksanaan fungsi dan tugasnya karyawan akan diharapkan pada bentuk pertangungjawaban moral, social dan intelektual (moral-social-intelektual responsibility). Sehingga yang terjadi adalah bahwa tiap-tiap karyawan akan merasa bertanggung jawab atas usaha layanan yang diperlukan bagi anggota keseluruhan. Di dalam koperasi bentuk pelanggaran atas system pengupahan yang tidak daapt memberikan arti kesejahteraan bagi karyawan tidaklah boleh terjadi dan ini hal yang prinsipel. Pengaturan koperasi pada intinya sangat ditentukan oleh peran aktif dari anggota-anggotanya dan anggota-anggota koperasi pulalah yang menjalankan segala kesepakatan yang mereka ambil sendiri.

Koperasi itu bukan disusun atas dasar suku, agama, ras, golongan, politik, ataupun stratifikasi social. Sehingga perlu kita sadari bersama bahwasannya koperasi itu adalah alat ekonomi rakyat yang bebas dan tidaklah tertutup (esklusif) koperasi itu bukanlah ikatan-ikatan primordialisme. Dalama arti koperasi itu bukanlah anggota yang tertutup (esklusif) hanya untuk kelompok santri, kelompok pegawai negeri, kelompok petani hingga kelompok mahasiswa tapi menjadi anggota koperasi itu adalah bebas, sukarela dan terbuka. Bebas artinya bahwa untuk menjadi anggota koperasi itu bebas keluar dan masuk dengan system yang telah disepakati. Hal ini didasarkan pada suatu prinsip bahwa tiap-tiap individu itu berhak secara bebas untuk menentukan nasibnya sendiri bukan oleh orang lain ataupun institusi apapun. Sukarela dimaknai bawasannya menjadi anggota koperasi haruslah merupakan kehendak secara sadar dari manfaat serta nilai tambah yang apa yang hendak didapatnya dari kerjasama yang dilakukan berdasarkan prinsip non-diskriminatif.

Perlu kita cermati bahwa munculnya “koperasi-koperasi partai” akhirnya-akhir ini tak urung hanyalah akan mengakibatkan suatu peristiwa kesalahan lama yang berakibat sangat fatal. Betapa dapat kita saksikan bersama bahwa munculnya koperasi pada jaman orde lama dengan system ekonomi terpimpinnya kita lihat bersama bahwa menyusul pembubaran partaikomunis Indonesia (PKI) jumlah koperasi merosot secara drastik dari 73.400 buah, pada kahir tahun 1968 merosot menjadi 14.700 buah (Depdagkop, tanpa tahun). Demikian juga apa yang masih tersisa dari koperasi-koperasi orde baru yang ternyata tak lebih hanya mampu menjadi koperasi-koperasi pengurus, koperasi sub-orninasi konglomerasi dan koperasi yang state-centered (dikuasai Negara atau pemerintah) lambat laun pastilah akan semakin jelas tidak eksistensinya dari koperasi-koperasi tersebut.

Koperasi itu disusun dari seluruh kemampuan rakyat dan sumber-sumber daya yang dimilikinya. Selemah apapun rakyat kita pastilah memiliki daya beli sehingga proses yang perlu adalah membangun kesadaran dan sifat pemerintah menstimulir dan memfasilitsi bagi terbentuknya kreatifitas bagi masyarakat untuk menyakinkan diri bahwa berkoperasi itu dapatlah menjadikan sebagai cara untuk menolong diri sendiri (self help). Sehingga pada akhirnya gerakan dari bawah dari, oleh dan untuk masyarakat dalam rangka untuk meningkatkan daya beli dan sekaligus perbaikan kualitas sumber daya manusia akan tercapai.

Di dalam berkoperasi wujud plurarisme haruslah dijadikan model untuk saling memacu dan memotivasi antara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan kemampuan dan ketrampilan di koperasi itu justru seharusnya dijadikan sebagai bentuk aktivitas yang saling mendukung antar yang lemah dan kuat, antara yang bodoh dan yang pintar dan atara yang masih miskin ketrampilan untuk belajar banyak dari yang telah mahir. Hidup di dalam koperasi itu penuh perlombaan dan bukanlah persaingan yang saling mematikan dalam suatu hubungan yang harmonis. Sehingga terciptanya masyarakat koperasi akan menjadikan hubungan manusia global yang lebih humanistic (humanistic global community).

Pada sebuah model koperasi demokrasi ekonomi yang senyatanya kegiatan koperasi itu haruslah masuk pada berbagai bidang kegiatan ekonomi. Koperasi untuk menjadi “soko guru perekonomian” dan sebagai alat untuk mendemokrasikan system ekonomi kita haruslah bergerak pada berbagai bidang ekonomi dalam skala yang lebih besar. Upaya-upaya untuk selalu mengkredilkan koperasi baik secara legal, maupun institusional seharusnya menjadikan kebangkitan koperasi untuk bersatu dan melepaskan diri dari segala keterkungkungan.



Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar